Skip to main content

Apakah pokok perbuatan telah ditakdirkan, sementara manusia diberi kebebasan memilih cara pelaksanaannya? | Qadha' dan Qadar

(5). Fadhilatusy Syaikh ditanya tentang Qadar; apakah pokok perbuatan telah ditakdirkan, sementara manusia diberi kebebasan memilih (punya kebebasan) cara pelaksanaannya? Sebagai contoh, apabila Allah telah mentakdirkan seorang hamba untuk membangun masjid, maka dia pasti membangun masjid, akan tetapi Dia (Allah) membiarkan akalnya untuk memilih cara membangun. Begitu juga, apabila Allah telah mentakdirkan kema'siyatan, maka manusia sudah barang tentu melakukannya, akan tetapi Dia membiarkan akalnya untuk memilih cara melaksanakannya. Ringkasnya, manusia itu diberi kebebasan memilih cara melaksanakan sesuatu yang telah ditakdirkan kepadanya. Apakah ini benar?

Beliau menjawab: Masalah ini (Qadar) memang menjadi pusat perdebatan di kalangan umat manusia sejak zaman dahulu. Oleh karena itu, dalam hal ini mereka dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu dua kelompok saling kontroversial dan satu kelompok sebagai penengah.

Kelompok pertama memandang pada keumuman Qadar Allah, sehingga dia buta tentang kebebasan memilih hamba. Dia mengatakan: "Sesungguhnya dia dipaksa dalam segala perbuatannya dan tidak mempunyai kebebasan memilih jalannya sendiri. Maka jatuhnya seseorang dari atap bersama angin dan sebagainya sama dengan turun dari atap tersebut dengan tangga sesuai pilihannya sendiri."

Kelompok kedua memandang bahwa seorang hamba melakukan dan meninggalkan sesuatu dengan pilihannya sendiri, sehingga dia buta dari Qadar Allah. Dia mengatakan bahwa seorang hamba bebas memilih semua perbuatannya dan tidak ada hubungannya dengan Qadar Allah.

Kelompok penengah, maka mereka melihat dua sebab. Mereka memandang pada keumuman Qadar Allah dan sekaligus kebebasan memilih hamba-Nya. Maka mereka mengatakan: "Sesungguhnya perbuatan hamba terjadi karena Qadar Allah dan dengan pilihan hamba itu sendiri. Dia tentu tahu perbedaan antara jatuhnya seseorang dari atap karena angin dan semisalnya dengan turun melalui tangga atas pilihannya sendiri. Yang pertama adalah orang yang melakukannya di luar pilihannya dan yang kedua dengan pilihannya sendiri. Masing-masing dari keduanya terjadi karena Qadha' dan Qadar Allah yang tidak akan terjadi dalam kerajaan-Nya apa yang tidak Dia kehendaki, akan tetapi sesuatu yang terjadi dengan pilihan seorang berhubungan dengan taklif (pembebanan/hukum) dan dia tidak punya alasan Qadar dalam melanggar apa yang telah dibebankan kepadanya, baik berupa perintah maupun larangan. Karena dia melakukan sesuatu yang menyalahi (hukum Allah) dan ketika melakukannya dia belum tahu apa yang ditakdirkan kepadanya. Maka perlakuan tersebut menjadi sebab siksaan, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, ketika dia dipaksa oleh seseorang untuk melakukan sesuatu yang menyalahi (hukum Allah), maka tidak ada hukum dan siksaan atas perbuatan tersebut karena keterpaksaannya. Apabila manusia mengetahui bahwa melarikan diri dari api ke tempat yang lebih aman adalah pilihannya sendiri dan bahwa kedatangannya ke rumah bagus, luas dan layak tinggal juga merupakan pilihannya, di sisi lain dia juga meyakini bahwa melarikan diri dan kedatangan tersebut terjadi karena Qadha' dan Qadar Allah. Sedangkan tetap tinggal (di rumah tersebut) sehingga ditelan api dan ketelatannya untuk menempati rumah dapat dikatakan menyia-nyiakan kesempatan yang berakibat pada penyesalan. Maka kenapa dia tidak memahami ini dalam hal kecerobohannya dengan meninggalkan sebab-sebab yang bisa menyelamatkan dirinya dari neraka akhirat dan menggiringnya untuk masuk jannah?

=====

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Al-Qadha' wal Qadar, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah, Penerbit: Maktabah Daruth Thabariyah, Riyadh - Saudi Arabia, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun, Judul Terjemahan: Tanya Jawab Tentang Qadha' dan Qadar, Penerjemah: Abu Idris, Editor: Abu Umar Abdillah asy-Syarief, Penerbit: At-Tibyan, Solo - Indonesia, Cetakan Pertama, Maret 2002 M.