Bagian Pertama
Sekilas Tentang Bekam
Antara Bekam, Thibbun Nabawi, dan Kedokteran Modern
Saat ini, di masyarakat sudah berkembang pemahaman bahwa bekam merupakan thibbun Nabawi. Banyak ajakan agar masyarakat kembali pada pengobatan bekam. Demikian juga, ajakan agar kembali ke thibbun Nabawi. Ini merupakan hal yang baik karena masyarakat diajak untuk menghidupkan kembali pengobatan-pengobatan yang pernah direkomendasikan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ribuan tahun yang lalu. Namun yang sangat disayangkan, ajakan kembali ke thibbun Nabawi itu, disertai dengan penolakan terhadap pengobatan lainnya yang dianggapnya bukan bagian dari thibbun Nabawi. Misalnya, timbulnya penolakan terhadap pengobatan medis dan menggantikannya dengan pengobatan bekam dan herbal. Ada yang beranggapan bahwa selain herbal, bekam, dan ruqyah, pengobatan yang ada selama ini dianggap sebagai pengobatan yang sudah keluar dari Islam. Dengan demikian, pelakunya juga dianggap keluar dari Islam karena mengikuti pengobatan yang dianggap bukan thibbun Nabawi tadi. Namun, benarkah pendapat ini?
Jawabannya, bahwa istilah atau sebutan thibbun Nabawi, sebenarnya tidak ada pada zaman Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Nabi sendiri tidak pernah membuat klasifikasi bahwa ini yang thibbun Nabawi dan itu yang bukan. Demikian pula para Shahabat ra-dhiyallaahu 'anhum, Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in, juga tidak pernah menyebut ini thibbun Nabawi, dan itu bukan thibbun Nabawi. Istilah thibbun Nabawi dimunculkan oleh para dokter muslim sekitar abad ke-13 Masehi untuk memudahkan klasifikasi ilmu kedokteran.
Istilah thibbun Nabawi sebenarnya diambil dari kitab karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullaah (691-751 H/ 1282-1372 M) yang berjudul Zaadul Ma'aad. Dalam kitab Zaadul Ma'aad, Ibnul Qayyim mengelompokkan hadits-hadits Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan perilaku Nabi sehari-hari yang berhubungan dengan kesehatan dalam bab thibbun Nabawi. Inilah yang kemudian menjadi dasar bagi generasi setelah Ibnul Qayyim untuk menyebut ilmu kedokteran yang diterangkan dalam buku itu dengan thibbun Nabawi. Ulama-ulama setelahnya juga banyak menulis buku yang khusus berjudul thibbun Nabawi.
Dalam kitab Shahiih Muslam dan Shahiih al-Bukhari terdapat dua bab khusus yang membahas mengenai kedokteran modern. (Modern di sini maksudnya adalah kedokteran yang diakui dunia Barat seperti yang terjadi saat ini). Dalam Shahiih Muslim, banyak memuat hadits-hadits tentang proses kejadian manusia dalam rahim (embriologi dan kebidanan). Sedangkan dalam Shahiih al-Bukhari saja tercatat 80 hadits yang membicarakan tentang kedokteran modern, embriologi, anatomi, fisiologi, patologi, dan lain-lainnya. Kalau dalam Zaadul Ma'aad, Ibnul Qayyim menulis masalah pengobatan yang berhubungan dengan bekam, herba, ruqyah, kay dan sekitarnya, namun dalam Shahiih Muslim dan Shahiih al-Bukhari yang ditulis adalah kedokteran yang berhubungan dengan kedokteran medis modern seperti saat ini. Sehingga, para ulama mengatakan bahwa sebenarnya Imam al-Bukhari-lah yang merupakan orang pertama yang menulis thibbun Nabawi (Medicine of The Prophet, atau Kedokteran Nabi).
Bersambung...
===
Maraji'/ sumber:
Buku: Sembuh dengan Satu Titik, Penulis: dr. Wadda' A. Umar, Penerbit: Al-Qowam, Solo - Indonesia, Cetakan XIV, Nopember 2012 M/ Muharram 1434 H.
===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT