Skip to main content

Pendahuluan Muhaqqiq (5) | Kemuliaan Rasulullah

Bidayatu As-Suul fi Tafdili Ar-Rasul.

Kemuliaan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam.

Imam Ibnu Abdussalam As-Sulami Asy-Syafi'i Ad-Dimasyqi.

Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani.

Muhammad Iqbal Kadir.

d. Fenomena Nasyid.

Jangan pernah tertipu dengan orang-orang sesat seperti kaum sufi ataupun orang-orang yang suka lalai. Yang menjadikan agama dipenuhi dengan hiburan, main, nasyid dan lagu. Mereka menyangka bahwa sikap dan tindakan seperti itu dapat membuat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam ridha dengan apa yang mereka sebut dengan nasyid-nasyid agama yang selalu mereka bawakan dalam dzikir atau acara perkumpulan mereka yang dilangsungkan pada hari perayaan tertentu yang tidak ada landasan hukumnya dalam Islam sama sekali. Seperti perayaan maulid, dan perayaan lain sebagainya.

Saya tegaskan di sini, bahwa sebenarnya mereka telah tersesat dan beranjak jauh dari kebenaran. Bagaimana tidak, mereka telah mencampuradukkan agama yang benar dengan dimensi kesenangan nisbi yang bathil (semu). Mereka meniru pola para penyanyi yang gila-gilaan, dalam lirik, birama dan irama musik mereka, tapi mereka tidak sadar bahwa perbuatan mereka tersebut dapat mematikan hati dan menghalangi diri untuk berdzikir dan membaca Al Qur`an. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda,

"Tidak termasuk golongan kami, orang yang tidak memerdukan suara ketika membaca Al Qur`an."

Terlebih lagi, mereka menambahi dan membubuhi nyanyian mereka dengan alat-alat musik atau dengan tepukan tangan agar terdengar serasi dan berirama merdu dalam kolaborasi (perpaduan) dua unsur tersebut. Beberapa stasiun televisi internasional -dan juga beberapa stasiun televisi Arab- pun turut menyiarkannya, seakan ini sebagai sebuah pembenaran atas tipe dzikir atau nasyid Islami, yang lebih disayangkan lagi, beberapa stasiun radio Islam pun mulai mengikuti jejak seperti ini.

Propaganda ciri dan penampakan seperti inilah yang dewasa ini banyak dilakukan, seakan untuk melegitimasi bahwa pola seperti inilah (dzikir dengan nasyid dan lain-lain) yang merupakan wujud ciri khas bagi Muslim yang hanif.

Saya tidak pernah lupa, ketika suatu saat sedang berada di salah satu markas Jama'ah Islamiyah. Tiba-tiba saya dikejutkan dengan suara adzan yang merdu dengan iringan instrumen musik. Saya pun menanyakan akan fenomena ini, dan saya diberitahukan bahwa mereka adalah para pemuda Muslim yang sedang bertamu dari beberapa negeri Arab. Dan salah satu dari mereka menampilkan kreasi ilustrasi suara adzan yang merdu diiringi alat musik. Tipe inilah yang sekarang sering kita dengar dari beberapa stasiun radio siaran Islam. [5]

Sejalan dengan ini, Ibnu Al Qayyim pernah mengungkapkan dalam kitab "Ighatsah Al-Lahfan min Mashaid Asy-Syaithan" (1/226):

"Kami menyerahkan segala urusan kepada Allah dari kelompok orang-orang sakit karena mendenar musik.

Telah aku peringatkan bahwa kalian tengah berada di ambang jurang yang telah jauh dari kami.

Mulut jurang yang paling dalam hingga mencapai dasarnya, selangkah jauhnya jarak mereka dari kami.

Telah berulang kali kami menasehati mereka agar kami dapat memohon ampun akan perbuatan mereka kepada Tuhan.

Namun ketika mereka tidak mengindahkan peringatan itu, kami mengembalikan segala urusannya kepada Allah.

Pada kurun waktu terakhir ini, beberapa kalangan pemuda Muslim tersadar akan adanya dimensi negatif serta penyimpangan fenomena nasyid dari esensi syariat Islam. Lalu mereka mulai mengubah pola baru nasyid dengan format dan visi untuk mensupport (memberikan dukungan moral), kekuatan dan tema seputar memorial sisi-sisi kepahlawanan dalam Islam. Namun, terkadang mereka masih saja terjebak dalam polemik pengadopsian terhadap beberapa nada dan notasi musik kontemporer, bahkan ada beberapa kalangan dari mereka yang memasukkan unsur instrumen musik seperti rebana atau sejenisnya.

Hal seperti ini telah saya dengar sendiri dari beberapa jenis album rekaman. Dan saya telah berusaha untuk berbicara dengan mereka guna menasihati dan memperingatkan bahwa hal-hal seperti itu tidak diperbolehkan dalam Islam. Terlebih lagi, karena banyak para pemuda yang telah menjadikan kecenderungan untuk mendengarkan musik sebagai sebuah tradisi, dan pola sikap ini cenderung akan menghalangi mereka untuk memperbanyak bacaan dan lantunan Al Qur`an.

Semua fenomena ini merupakan disorientasi dan penyimpangan dari esensi ajaran dan tradisi yang telah dibawa serta dicontohkan oleh para salaf. Walaupun dulu mereka (para salaf) sering menyanyikan mars-mars perjuangan ketika mereka bergerak ke medan pertempuran, namun hal ini sangat berbeda dengan fenomena lantunan syair dan lagu yang diiringi irama musik. Tradisi baru ini merupakan penyerupaan tradisi para pembuat dosa dan penggemar hiburan.

Sebuah syair menyiratkan tentang hal ini,

"Semua kebaikan bisa didapatkan dengan mengikuti salaf, dan semua penyimpangan dapat timbul dari perbuatan khalaf."

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

5. Mungkin yang dimaksud oleh penulis buku ini tentang ilustrasi suara adzan (atau suara demonstrasi adzan) yang dilakukan oleh media elektronik modern (radio atau televisi dan lainnya) tersebut adalah pola transfer suara adzan (alat suara manusia) dengan pola suara adzan elektronik (baik dalam bentuk copy suara yang mirip dengan suara manusia, ataupun transfer intonasi suara adzan ke dalam bentuk irama elektronik).

Atau mungkin juga yang dimaksudkan adalah sound bite, yakni menjadikan adzan sebagai suara latar (backing sound) yang mendukung musik latar dalam sebuah paket acara atau spot iklan atau tayangan tertentu yang berdurasi pendek. Penyajian sound bite ini biasanya digunakan untuk menarik gairah dan perhatian telinga pendengar untuk menyimak isi dari pesan yang akan disampaikan.

Fenomena musikalisasi suara adzan ini -menurut hemat kami sangat jarang terjadi- dan andaipun ada, mungkin hanya dilakukan dalam proses improvisasi seni suara adzan, yang kerap ditampilkan atau diperlombakan pada perayaan atau festival tertentu, -ed.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Bidayatu As-Suul fi Tafdili Ar-Rasul, Penulis: Imam Ibnu Abdussalam As-Sulami Asy-Syafi'i Ad-Dimasyqi, Pentahqiq: Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Tanpa Keterangan Penerbit, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun, Judul Terjemahan: Kemuliaan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, Penerjemah: Muhammad Iqbal Kadir, Editor: Ahmad Taufiq Abdurrahman, Sri Yulyastuti, Penerbit: Najla Press, Jakarta - Indonesia, Cetakan Pertama, September 2004 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Popular posts from this blog