Skip to main content

Makna Wasilah Menurut Al-Qur'an | Tawassul

At-Tawassul An Wa'uhu wa AhkamuhuA.

Tawassul.

Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah.

Ustadz Aunur Rafiq hafizhahullah.

Ustadz Fariq Qasim Anuz hafizhahullah.

Makna Wasilah Menurut Al-Qur'an.

Penjelasan tentang makna wasilah yang telah saya kemukakan di atas telah dikenal dalam pengertian bahasa dan tidak seorang pun membantahnya. Dengan pengertian yang sama pula para salaf yang shalih dan imam tafsir menafsirkan dua ayat Al-Qur'an yang menyebutkan kata wasilah, yaitu firman Allah,

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri (wasilah) kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan." (Al-Maidah: 35)

"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan (wasilah) kepada Rabb mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya, sesungguhnya adzab Rabbmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti." (Al-Isra': 57)

Mengenai ayat pertama, Imam para mufassir Al-Hafizh Ibnu Jarir mengatakan di dalam kitabnya (jilid 6 halaman 226), "Wahai orang-orang yang telah membenarkan Allah dan Rasul-Nya tentang apa yang Dia kabarkan kepada mereka, membenarkan pahala yang Dia janjikan kepada mereka, dan siksa yang Dia ancamkan kepada mereka; bertakwalah kamu kepada Allah." Beliau berkata lagi, "Sambutlah Allah mengenai apa yang diperintahkan-Nya kepadamu dan apa yang dilarang-Nya kepadamu, dengan menaati-Nya; realisirlah keimanan dan pembenaranmu terhadap Rabb dan Nabimu, dengan mengerjakan amal shalih." "Wabtaghu ilaihil-wasilata." Beliau berkata, "Dan carilah kedekatan kepada-Nya dengan amal yang membuat-Nya ridha."

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dengan mengutip dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu bahwa makna wasilah di dalam ayat tersebut ialah peribadatan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah (alqurbah). Demikian pula apa yang dikutipkan dari Muhajid, Abu Wa'il, Al-Hasan, Abdullah bin Katsir, As-Sudi, Ibnu Zaid dan lain-lainnya. Ia juga menukil perkataan Qatadah mengenai ayat tersebut, yakni "Mendekatlah kepada Allah dengan menaati-Nya dan mengerjakan amalan yang membuat-Nya ridha."

Kemudian Ibnu Katsir berkata, "Inilah pendapat para imam tersebut, tidak ada silang pendapat di antara ahli tafsir dalam masalah ini. Jadi wasilah adalah sesuatu yang mengantarkan kepada tercapainya tujuan." [3]

Mengenai ayat kedua, salah seorang sahabat terkemuka, Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, menjelaskan kaitan (munasabah) turunnya ayat tersebut, sekaligus menjelaskan maknanya, "Ayat ini turun berkenaan dengan adanya beberapa orang Arab yang menyembah jin, kemudian jin-jin tersebut masuk Islam, sedang orang-orang yang menyembah mereka itu tidak menyadarinya." [4]

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, [5] "Orang-orang yang menyembah jin itu terus menyembahnya, sementara jin itu sendiri tidak menyetujui perbuatan tersebut, karena mereka telah masuk Islam. Bahkan merekalah (jin-jin yang telah masuk Islam) yang sedang mencari jalan untuk mendekatkan diri (wasilah) kepada Rabb mereka. Dan inilah yang dapat dipegangi mengenai ayat tersebut."

Saya berkata, dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud dengan wasilah ialah sesuatu (ibadah) yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Itulah sebabnya Allah berfirman, "Yabtaghuna", yakni mereka mencari sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, berupa amal shalih.

Di samping ayat tersebut juga memberikan indikasi akan adanya gejala aneh yang bertentangan dengan setiap pemikiran sehat. Gejala orang yang menunjukkan ibadah dan doa mereka kepada sebagian hamba Allah. Mereka takut dan berharap kepadanya, padahal hamba-hamba yang mereka sembah itu telah mengumumkan keislamannya, menyatakan peribadatannya kepada Allah, dan mulai berlomba mendekatkan diri kepada-Nya dengan amal-amal shalih yang disukai dan diridhai-Nya, mengharapkan rahmat-Nya dan takut kepada siksa-Nya. Oleh karena itu di dalam ayat ini Allah melecehkan mimpi orang-orang dungu yang menyembah jin dan terus menyembahnya. Padahal mereka (jin-jin itu) adalah makhluk-makhluk yang menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala, lemah seperti mereka dan tidak berdaya menolak bahaya atau memberi manfaat. Allah telah mengingkari mereka atas tidak ditujukannya ibadah mereka hanya kepada-Nya semata. Dialah yang memiliki bahaya dan manfaat; di tangan-Nyalah ketentuan segala sesuatu; dan hanya Dialah yang memelihara sesuatu.

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

Catatan Kaki:

3. Tafsir Ibnu Katsir (2: 52-53).

4. Diriwayatkan oleh Muslim (8: 248, Nawawi) dan Bukhari sepertinya (8: 320-321, Fathul Bary), dan di dalam satu riwayat baginya, "Kemudian jin itu masuk Islam, dan mereka itu berpegang teguh dengan agamanya."

5. Fathul Bary (10: 12-13).

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: At-Tawassul An Wa'uhu wa AhkamuhuA, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, Tanpa Keterangan Penerbit, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun, Judul Terjemahan: Tawassul, Penerjemah: Ustadz Aunur Rafiq hafizhahullah, Penyunting: Ustadz Fariq Qasim Anuz hafizhahullah, Penerbit: Pustaka Al-Kautsar, Jakarta - Indonesia, Cetakan Ketiga, April 2003 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Popular posts from this blog