Skip to main content

Syarah Ushulus Sittah (6/3)

Syarh Al Ushul As Sittah.

Syarah Ushulus Sittah.

Penjelasan Enam Landasan Utama.

Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah.

Bayu Abdurrahman.

Kita harus bisa membedakan antara wali-wali Allah dan wali-wali setan. Wali Allah adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa; mereka beriman dan loyal kepada-Nya; mereka mencintai apa-apa yang Allah cintai dan membenci apa-apa yang Allah benci; mereka ridha kepada apa-apa yang Allah ridhai dan benci dengan apa-apa yang Allah benci; mereka memerintahkan apa-apa yang diperintahkan-Nya dan melarang apa saja yang dilarang-Nya; mereka memberi kepada siapa yang Dia suka untuk diberi dan menahan pemberian kepada siapa yang tidak berhak untuk Dia beri; mereka memberi dan menahan sesuai dengan ridha Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Oleh karena itu, tidak akan menjadi wali Allah melainkan orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diajarkan oleh Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan mengikutinya secara lahir dan batin. Barangsiapa yang mendakwakan cinta kepada Allah dan menjadi wali-Nya, tetapi dia tidak mau mengikuti Rasul Shallallahu 'alaihi wa Sallam, berarti dia bukan termasuk wali-wali Allah. Dia malah layak disebut sebagai musuh-musuh Allah dan wali-wali setan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

"Katakanlah, 'Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku niscaya Allah akan mencintai kalian." (QS. Ali 'Imran: 31)

Wali-wali Allah Subhanahu wa Ta'ala mempunyai tingkatan yang berbeda-beda tergantung kadar keimanan dan ketakwaan mereka. Musuh-musuh Allah pun mempunyai tingkatan yang berbeda-beda tergantung kadar kekafiran dan kemunafikan mereka. Wali-wali Allah itu ada dua golongan:

Pertama, golongan orang-orang yang terdahulu yang didekatkan kepada Allah (seperti para Nabi dan para syuhada, -ed.).

Kedua, golongan kanan.

Allah menyebutkan mereka di beberapa tempat dalam Al Qur'an Al 'Aziz, yaitu di awal dan akhir surat Al Waqi'ah, dalam surat Al Insan dan Al Muthafifin dan dalam surat Al Fathir.

Surga juga terdiri dari beberapa tingkatan. Tiap tingkatan memiliki kelebihan dan keutamaan yang besar. Dan wali-wali Allah yang beriman dan bertakwa memperoleh tingkatan Surga sesuai kadar iman dan takwa mereka.

Barangsiapa tidak mendekatkan diri kepada Allah, tidak berbuat kebajikan dan tidak meninggalkan kejelekan, dia tidak bisa menjadi wali Allah. Tidak boleh seseorang memiliki keyakinan bahwa dirinya termasuk wali Allah, lebih-lebih jika dia beralasan mempunyai kemampuan menyingkap rahasia gaib atau keanehan lainnya. Kita juga tidak boleh menganggap orang lain sebagai wali Allah hanya karena kemampuan-kemampuan tadi, jika belum mengetahui apakah perbuatan-perbuatan orang tersebut sesuai sifat-sifat wali Allah atau tidak. Kalau ternyata perbuatan orang tersebut bertentangan dengan sifat wali Allah, jelas dia bukan wali Allah. Misalnya orang tersebut tidak meyakini wajibnya mengikuti Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam secara lahir dan batin; atau dia meyakini bahwa dirinya cukup hanya mengikuti syariat yang lahir tanpa terikat dengan hal yang bersifat batin; atau dia meyakini bahwa wali-wali Allah memiliki jalan tersendiri untuk mendekatkan diri kepada Allah, sehingga tidak perlu mengikuti jalan para Nabi 'alaihimus salam.

Dengan demikian, barangsiapa yang menganggap dirinya sebagai wali, tetapi tidak menunaikan kewajiban-kewajiban dan tidak menjauhi yang diharamkan, maka tidak boleh kita menganggapnya sebagai wali Allah.

Tidak ada beda antara wali-wali Allah dengan manusia yang lain secara lahir dalam perkara-perkara yang mubah. Wali Allah tidak dipersyaratkan harus terjaga dari dosa, tidak pernah keliru dan tidak pernah salah.

Seorang wali Allah bisa saja melakukan kesalahan atau ada perkara agama yang belum diketahuinya. Oleh karena itu, tidak boleh kita mengimani semua yang dia katakan karena dia bukan Nabi. Kita wajib mengukur semua ucapannya dengan apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Apabila sesuai dengan ajaran beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam, maka ucapannya diterima dan apabila bertentangan dengan ajaran beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam maka ucapannya tidak boleh diterima. Apabila kita tidak tahu perbuatannya itu sesuai atau bertentangan dengan ajaran beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam maka sikap kita tawaqquf (tidak mengomentari).

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Syarh Kasyf Asy Syubuhaat wa Yaliihi Syarh Al Ushul 'alaihis salam Sittah, Penulis Matan: Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, Penulis Syarah: Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Penerbit: Dar Ats Tsarayya, Kerajaan Saudi Arabia, Tanpa Keterangan Cetakan, Tahun: 1416 H/ 1996 M, Judul Terjemahan: Syarah Kasyfu Syubuhat Membongkar Akar Kesyirikan dilengkapi Syarah Ushulus Sittah, Penerjemah: Bayu Abdurrahman, Penerbit: Media Hidayah, Jogjakarta - Indonesia, Cetakan Pertama, Rabi'uts Tsani 1425 H/ Juni 2004 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Popular posts from this blog