Skip to main content

Syarah Al-Qawa'id Al-Arba' (11/3)

Syarah Al-Qawa'id Al-Arba' (Syarah Mutun Al-Aqidah).

Syarah Al-Qawa'id Al-Arba'.

Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.

Syaikh Saad bin Nashir Asy-Syatsriy hafizhahullah (Dewan Penasihat Kerajaan Saudi Arabia dan Mantan Anggota Haiah Kibaril Ulama).

Muflih Safitra.

Syarah (Penjelasan) Al-Qawa'id Al-Arba' (11/3).

Bahkan di antara mereka ada yang berkata, "Kalau bukan karena wali fulan, langit pasti sudah runtuh dan menimpa darat dan laut", atau "Masjid ini adalah tonggak bumi yang kalau roboh, maka bumi semuanya hancur", atau perkataan lain yang sejenis. Mereka memiliki pengagungan khusus yang diberikan kepada wali, batu yang dibentuk seperti masjid, pohon, dan semacamnya.

Ada di antara mereka yang pergi ke sebuah pohon atau gua, lalu memohon diberi anak, meminta rezeki, kelapangan dalam urusan, dibantu dalam menyelesaikan masalah dan lainnya. Mereka meninggalkan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Mengatur urusan makhluk-Nya.

Masih banyak lagi contoh yang menggambarkan keadaan kaum musyrikin di zaman kita ini, yang kesyirikannya lebih parah daripada kaum musyrikin di zaman Nabi (Shallallahu 'alaihi wa Sallam).

Kumpulan syubhat.

* Ada yang berkata, "Tapi mereka yang di zaman Nabi kan tidak dinamakan orang Islam, bahkan mengaku bukan Islam, bukan kaum Muslimin. Beda halnya dengan orang di zaman ini yang menisbatkan dirinya pada Islam, mengaku sebagai pengikut Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam.

Maka kita jawab, "Yang menjadi patokan adalah realita kondisi manusianya, bukan masalah penamaan. Sekadar menisbatkan diri kepada Nabi (Shallallahu 'alaihi wa Sallam) atau agama Islam ini, tidak otomatis bermakna mereka orang Islam (Muslimin). Patokannya adalah keadaan realitanya."

* Ada yang berkata, "Tapi mereka kan mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah, tidak seperti orang di zaman Nabi yang tidak mau mengatakannya."

Maka kita jawab, "Setiap amal ibadah harus memenuhi syarat-syaratnya. Jika seseorang shalat tanpa wudhu maka shalatnya batal. Jika ia shalat tanpa menghadap kiblat padahal ia tahu arah kiblat maka tidak sah shalatnya. Jika ada orang shalat bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, melainkan karena riya' (23) atau sum'ah (24) atau bahkan sekadar latihan menggerakkan badan, maka tidak sah shalatnya dan tidak diberi pahala untuk shalatnya. Begitu pula mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah, tidak akan teranggap dan tidak akan mencapai tujuan pengucapannya, kecuali jika memenuhi syarat-syaratnya yang mencakup pengetahuan tentang maknanya, meyakini kandungannya, mengamalkan konsekuensinya, ikhlas mengucapkannya, dan syarat lainnya (25). Jika seseorang mengucapkan kalimat ini, tetapi tidak memenuhi syarat-syaratnya, maka tidak akan diterima Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak benar kalau ada orang yang menisbatkan dirinya kepada Islam (mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallaah) dan mengaku sebagai orang Islam, tetapi mengerjakan hal-hal yang melanggar tauhid, lantas kita membenarkan apa yang mereka lakukan. Pengakuan mereka sebagai orang Islam tidak bisa melegalkan kesyirikan yang mereka lakukan. Perbuatan mereka seharusnya menyesuaikan hukum syariat, bukan syariat yang menyesuaikan perbuatan mereka. Jika sebaliknya, maka itu mengubah syariat dan menggonta-gantinya."

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

Catatan Kaki:

23. Ingin amalnya dilihat orang lain sehingga mendapat pujian, -pent.

24. Ingin amalnya didengar orang lain sehingga mendapat pujian, -pent.

25. Syarat Laa Ilaaha Illallaah ada tujuh, yaitu Al-Ilmu (tahu maknanya), Al-Inqiyaad (patuh), Al-Yaqiin (yakin), Al-Ikhlas (ikhlas), Ash-Shidq (jujur), Al-Mahabbah (cinta), Al-Qabuul (menerima). Bisa dilihat dalam berbagai buku aqidah pada bab penjelasan kalimat Laa Ilaaha Illallaah, -pent.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Syarah Al-Qawa'id Al-Arba' (Syarah Mutun Al-Aqidah), Penulis Matan: Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, Penulis Syarah: Syaikh Saad bin Nashir Asy-Syatsriy hafizhahullah (Dewan Penasihat Kerajaan Saudi Arabia dan Mantan Anggota Haiah Kibaril Ulama), Tanpa Keterangan Penerbit, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun, Judul Terjemahan: Syarah Al-Qawa'id Al-Arba', Penerjemah: Muflih Safitra, Penerbit: Naashirussunnah, Jakarta - Indonesia, Cetakan ke-1, Rabi'ul Akhir 1437 H/ Februari 2016 M.

===

Wakaf dari Ibu Anny - Jakarta untuk Perpustakaan Baitul Kahfi Tangerang. Semoga Allah menjaganya dan memudahkan segala urusan kebaikannya.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Popular posts from this blog