Skip to main content

Bantahan Terhadap Orang yang Berdalih dengan Takdir dalam Meninggalkan Kewajiban dan Melakukan Kemaksiatan (2) | Rukun Kelima: Iman Kepada Takdir | Rukun Iman yang Enam | Tingkatan Kedua: Iman | Tingkatan-tingkatan Din | Syarah Tsalatsatul Ushul

Syarh Tsalaatsatil Ushuul.

Syarah Tsalaatsatul Ushuul.
Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam.
Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim.

Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah.

Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman.

Syarah Tsalatsatul Ushul.

Kedua.

Ma'rifatud Din.
Mengenal Dinul Islam.

Kelima: Qadar Allah adalah rahasia yang tersembunyi, tidak dapat diketahui setelah yang diqadarkan itu terjadi. Kehendak manusia terhadap apa yang akan dikerjakan adalah terlebih dahulu ada sebelum ia mengerjakannya, sehingga kehendaknya untuk mengerjakan sesuatu itu tidak dibangun atas pengetahuannya tentang qadar Allah. Ketika itu, hilanglah sudah alasannya dengan qadar. Sebab, tiada alasan (hujah) bagi seseorang dalam sesuatu yang tidak diketahuinya.

Keenam: Kita dapat melihat adanya manusia yang ingin sekali meraih urusan duniawinya yang layak baginya, sehingga ia dapat meraihnya, dan ia tidak mau berpaling darinya kepada sesuatu yang tidak layak baginya, lantas ia beralasan dengan qadar atas keberpalingannya itu. Maka mengapa ia berpaling dari sesuatu yang memberinya kemanfaatan dalam urusan-urusan duniawinya menuju sesuatu yang memudaratinya, lalu beralasan dengan qadar?! Bukankah keberadaan dua hal itu sama saja?!

Anda akan saya beri contoh untuk memperjelas hal itu.

Jika di hadapan seseorang ada dua jalan, salah satunya akan membawanya menuju sebuah negeri yang penuh kekacauan, pembunuhan, perampasan, pemerkosaan kehormatan, ketakutan dan kelaparan; sedangkan jalan yang kedua akan membawanya kepada sebuah negeri yang segalanya teratur dan tertib, keamanannya terjamin, kesejahteraannya melimpah, dan juga jiwa, kehormatan maupun harta benda dihormati; maka mana dari kedua jalan yang akan ditempuh?

Sudah tentu ia akan menempuh jalan yang kedua, karena akan membawanya ke sebuah negeri yang tertib dan aman. Selamanya, seorang yang berakal sehat tidak akan mau menempuh jalan yang menuju sebuah negeri yang kacau dan mengkhawatirkan, lalu beralasan dengan qadar. Maka kenapa dalam urusan akhirat ia mau menempuh jalan Neraka, bukannya jalan Surga, lalu beralasan dengan qadar?

Contoh lain, kita melihat orang sakit disuruh minum obat, lalu ia pun minum obat itu, padahal ia sebenarnya tidak suka. Ia juga dilarang menyantap makanan yang dapat membahayakannya, lalu ia pun meninggalkan makanan tersebut, padahal sebenarnya ia berselera terhadap makanan itu. Itu semua dilakukan demi mendapatkan kesembuhan dan keselamatan. Ia tak mungkin menolak minum obat, dan malah menyantap makanan yang dapat membahayakannya itu, seraya beralasan dengan qadar. Lalu kenapa manusia meninggalkan perintah Allah dan Rasul-Nya, atau melakukan larangan Allah dan Rasul-Nya seraya beralasan dengan qadar?!

Ketujuh: Orang yang beralasan dengan qadar atas kewajiban yang ditinggalkannya, atau atas kemaksiatan yang dilakukannya, seandainya ia dianiaya oleh seseorang yang kemudian merampas hartanya atau merusak kehormatannya, lantas orang itu beralasan dengan qadar seraya mengatakan, "Jangan salahkan aku, karena kezhalimanku ini terjadi dengan qadar Allah!" Tentu ia tidak menerimanya.

Nah, bagaimana ia tidak bisa menerima alasan dengan qadar yang dilakukan oleh orang lain dalam menzaliminya, lantas ia sendiri beralasan dengan qadar untuk membela dirinya dalam melakukan kezaliman terhadap hak Allah 'Azza wa Jalla?!

Dikisahkan bahwa Amirul Mukminin Umar bin Khathab (radhiyallahu 'anhu) pernah menerima pencuri yang sudah berhak dipotong tangannya. Umar puin memerintahkan agar tangan pencuri itu dipotong. Pencuri itu lantas berkata, "Sabar dulu, ya Amirul Mukminin! Aku ini mencuri hanya karena qadar Allah." Umar pun akhirnya menjawab, "Ya, kami pun memotong tanganmu hanya karena qadar Allah juga!"

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Syarh Tsalaatsatil Ushuul, Penulis Matan: Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah, Penulis Syarah: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah, Penyusun: Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman, Penerbit: Darul Tsarya, Riyadh - Kerajaan Arab Saudi, Cetakan III, Tahun 1997 M, Judul Terjemahan: Syarah Tsalaatsatul Ushuul (Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam, Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim), Penerjemah: Hawin Murtadlo, Salafuddin Abu Sayyid, Editor: Muhammad Albani, Penerbit: Al-Qowam, Sukoharjo - Indonesia, Cetakan XIII, Maret 2016 M.

===

Wakaf dari Ibu Anny - Jakarta untuk Perpustakaan Baitul Kahfi Tangerang.
Semoga Allah menjaganya dan memudahkan segala urusan kebaikannya.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Popular posts from this blog