Skip to main content

Tantangan Mubahalah kepada Kaum yahudi (2) | Al-Baqarah, Ayat 94-96 | Shahih Tafsir Ibnu Katsir

Al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir.

Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri.

Shahih Tafsir Ibnu Katsir.

Al-Baqarah, Ayat 94-96.

Tantangan Mubahalah kepada Kaum yahudi (2).

Ayat ini serupa dengan firman Allah Ta'ala dalam surat al-Jumu'ah:

"Katakanlah, 'Hai orang-orang yang menganut agama yahudi, jika kamu mendakwakan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah, bukan orang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar.' Mereka tidak akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zhalim. Katakanlah, 'Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menjumpai kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Rabb) yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.'" (QS. Al-Jumu'ah: 6-8)

Mereka adalah orang-orang yang mendapatkan laknat Allah Ta'ala. Ketika mereka menyangka bahwa mereka adalah anak-anak Allah dan kekasih-Nya serta mengatakan, "Tidak akan masuk Surga kecuali orang yahudi dan nasrani," maka mereka diajak bermubahalah untuk mengetahui siapa yang sebenarnya berdusta, apakah kaum muslimin ataukah mereka kaum yahudi. Setelah mereka menolak ajakan tersebut, maka setiap orang mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang zhalim. Sebab, jika mereka benar-benar teguh dengan pengakuannya itu, pastilah mereka akan lebih dulu melakukan mubahalah. Pada saat mereka menunda-nunda, maka terungkaplah kedustaan mereka. Peristiwa ini serupa dengan peristiwa ketika Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam mengajak utusan kaum nasrani najran untuk bermubahalah setelah hujjah ditegakkan atas mereka dalam perdebatan, sedang mereka berlaku sombong dan keras kepala. Maka Allah Ta'ala berfirman,

"Siapa yang membantahmu tentang kisah 'Isa setelah ilmu (yang meyakinkanmu) datang, maka katakanlah (kepadanya), 'Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anakmu, isteri-isteri kami dan isteri-isterimu, diri kami dan dirimu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.'" (QS. Ali 'Imran: 61)

Setelah orang-orang nasrani mendengar ajakan itu, sebagian mereka berkata kepada sebagian lain: "Demi Allah, jika kalian bermubahalah dengan Nabi ini, niscaya kalian akan binasa dalam sekejap." Maka mereka pun segera mengajak berdamai dengan kaum muslimin dan menyerahkan jizyah (pajak) dengan patuh dan dalam keadaan hina. Dan Abu 'Ubaidah bin al-Jarrah ditunjuk sebagai pengawas mereka.

Ayat yang semakna dengan firman-Nya ini, atau mendekati makna ini adalah firman Allah kepada Nabi-Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam agar mengatakan kepada orang-orang musyrik, "Katakanlah, 'Barangsiapa yang berada di dalam kesesatan, maka biarlah Rabb-nya Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya.'" (QS. Maryam: 75) Artinya, siapa pun di antara kami atau kalian yang berada dalam kesesatan, niscaya Allah menambah kesesatannya. Allah akan menunda dan memperpanjang (mengulur) tempo baginya. Sebagaimana yang akan dijelaskan pada tempatnya, insya Allah.

Ada juga yang menafsirkan ayat ini sebagai pengharapan kematian karena tidak mau terlibat dalam mubahalah. Akan tetapi pendapat pertama lebih tepat.

Mubahalah ini disebut tamanniyan (pengharapan), karena kedua belah pihak yang merasa dirinya benar menginginkan Allah Ta'ala membinasakan kelompok yang bathil, terlebih lagi jika mereka memiliki hujjah untuk menjelaskan kebenaran dan keunggulannya. Dan mubahalah itu dilakukan dalam bentuk memohon kematian, karena kehidupan dunia bagi orang-orang yahudi sangatlah mulia dan berharga, sementara mereka mengetahui akan seburuk-buruk tempat kembali setelah kematian.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh - Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Edit Isi: Abu Ahsan Sirojuddin Hasan Bashri Lc, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta - Indonesia, Cetakan Keempat Belas, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.

===

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog