Skip to main content

Ringkasan Shahih Bukhari (226)

Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhari.

Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.

Ringkasan Shahih Bukhari.

Kitaabush Shalaah.

Kitab Shalat.

46. Bab: Masjid di Dalam Rumah.

111. (250) Al Barra' bin Azib pernah shalat berjamaah di dalam masjidnya, yang terletak di dalam rumahnya.

226. Dari Mahmud bin Ar-Rabi' Al Anshari [ia mengaku teringat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, ia ingat cipratan air yang beliau cipratkan (dalam riwayat lain: Aku teringat dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam tentang cipratan air yang beliau cipratkan di wajahku, ketika itu aku berusia lima tahun 1/ 27) dari ember di dalam rumah mereka. 1/ 204] [Mahmud menyatakan 2/ 55] bahwa [ia mendengar] Itban bin Malik -seorang [yang buta 1/ 163] di antara para sahabat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dari golongan Anshar yang ikut dalam perang Badar [bersama Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam- berkata, "Aku sebagai imam shalat kaumku, bani Salim, sedangkan antara rumahku dan mereka dipisahkan oleh lembah. Jika hujan turun, maka aku kesulitan pergi ke masjid karena lembah tersebut tergenang air. Oleh karena itu, aku datang kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, dan kukatakan kepadanya,] 'Wahai Rasulullah, penglihatanku telah (lemah) kabur, padahal aku mengimami shalat kaumku [bani Salim]. Jika hujan turun, maka lembah yang terdapat di antara diriku dan tempat mereka itu dialiri air, sehingga aku tidak bisa datang ke masjid mereka untuk mengimami mereka shalat. Wahai Rasulullah, aku harap engkau berkenan datang dan shalat di [di salah satu tempat] di rumahku, lalu aku jadikan itu sebagai tempat shalat.'" Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya, "Akan kulakukan insya Allah." Itban berkata, "Keesokan harinya, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam [bersama] Abu Bakar datang [kepadaku] ketika hari agak siang (dalam riwayat lain: saat itu udara panas). Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam meminta izin masuk, maka aku pun mengizinkan beliau. Beliau tidak langsung duduk ketika (dalam riwayat lain: sehingga 6/ 203) memasuki rumah, kemudian beliau berkata, 'Di sebelah mana engkau menginginkan aku shalat di rumahmu ini?' Lalu aku tunjukkan kepada beliau salah satu sudut rumah. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pun langsung berdiri di situ lalu bertakbir, maka kami pun segera berdiri membuat barisan [di belakangnya]. Beliau shalat dua rakaat lalu salam [dan kami pun salam ketika beliau salam]. Kami menahan beliau untuk menyantap daging cincang (251) yang telah kami buatkan untuk beliau. [Para tetangga mendengar bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam sedang berada di rumahku, maka beberapa orang berdatangan ke rumah, dan ikut berkumpul. Salah seorang di antara mereka berkata, 'Di mana Malik bin Ad-Dukhaisyin, atau Ibnu Ad-Dukhsyun?' Ada lagi yang berkata, 'Dia itu seorang munafik, dia tidak menyintai Allah dan Rasul-Nya.' Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata, 'Janganlah engkau mengatakan begitu, bukankah engkau telah melihatnya mengucapkan 'Laa ilaaha illallah' karena mengharapkan ridha Allah?' Orang tadi menjawab, 'Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.' Orang itu berkata lagi, ['Adapun kami] kami hanya melihat kecenderungannya dan loyalitasnya terhadap orang-orang munafik.' Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Sesungguhnya Allah telah mengharamkan neraka terhadap orang yang mengucapkan 'laa ilaaha illallah' ikhlas mengharap ridha Allah.'" [Mahmud menceritakan, "Peristiwa ini aku ceritakan kepada beberapa orang, di antaranya Abu Ayub, salah seorang sahabat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam yang pernah ikut dalam peperangan bersama beliau lalu terbunuh dalam perang tersebut, dan ada juga Yazid bin Mu'awiyah. Namun Abu Ayub mengingkari cerita itu padaku, ia berkata, 'Demi Allah, aku sama sekali tidak mengira bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam mengucapkan seperti yang engkau ucapkan itu.' Hal ini terasa sangat berat bagiku, maka aku memohon kepada Allah untuk menyelamatkanku, sehingga dapat menyelesaikan peperanganku, agar aku dapat menanyakan masalah ini kepada Itban bin Malik radhiyallaahu 'anhu -jika aku temukan masih hidup- di masjid kaumnya. Kemudian pada suatu waktu aku melaksanakan ihram untuk haji atau umrah, lalu aku berjalan hingga sampai ke Madinah. Selanjutnya aku mendatangi bani Salim, ternyata Itban sudah menjadi orang tua yang buta. Saat itu sedang shalat mengimami kaumnya. Begitu ia salam selesai shalat, aku mengucapkan salam kepadanya, lalu aku mengenalkan diriku. Kemudian aku tanyakan kepadanya tentang hadits tersebut, maka ia menceritakannya kepadaku sebagaimana yang pernah ia ceritakan pertama kali." 2/ 56]

Ibnu Syihab berkata, "Kemudian aku bertanya kepada Al Hushain bin Muhammad Al Anshari -salah seorang bani Salim yang terkemuka mengenai hadits Mahmud bin Ar-Rabi' itu. Ia pun membenarkannya."

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

250. Diriwayatkan secara maushul oleh Ibnu Abi Syaibah yang maknanya seperti itu.

251. Maksudnya adalah daging yang dipotong kecil-kecil dan dimasak dengan air yang banyak. Setelah matang dicampur dengan tepung gandum.

===

Maraji'/ Sumber:

Kitab: Mukhtashar Shahih Al Imam Al Bukhari, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullaah, tanpa keterangan penerbit, tanpa keterangan cetakan, tanpa keterangan tahun, Judul Terjemahan: Ringkasan Shahih Bukhari Jilid 1, Penerjemah: Asep Saefullah FM, M.A., Drs. Kamaluddin Sa'adiyatulharamain, Editor: Abu Rania, Abu Fahmi Huaidi, Fajar Inayati, Penerbit: Pustaka Azzam, Jakarta - Indonesia, Cetakan keenam, Nopember 2013 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog