Skip to main content

Bolehkah daging dan kulitnya dijual? | Aqiqah | Ketika Anak Itu Lahir | Menanti Buah Hati dan Hadiah Untuk Yang Dinanti

Menanti Buah Hati dan Hadiah Untuk Yang Dinanti.

Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahullah.

Bab II.

Ketika Anak Itu Lahir.

23. Aqiqah (اَلْعَقِيْقَةُ).

16. Bolehkah daging dan kulitnya dijual?

Dalam masalah ini pun ulama telah berselisih menjadi dua madzhab:

Madzhab yang pertama mengatakan boleh dijual daging dan kulitnya dan kepalanya kemudian hasilnya disedekahkan kepada faqir miskin. Alasan mereka tidak terdapat nash (dalil) yang melarangnya selain ada bagian dari sembelihan tersebut yang tidak bisa dimanfaatkan seperti kulit.

Madzhab yang kedua mengatakan tidak boleh yakni haram hukumnya menjual sedikit pun juga dari daging dan kulitnya. Sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Imam Malik, "Tidak boleh dijual dari daging dan kulitnya sedikit pun juga." (Lihat lafazh-nya di masalah kesembilan). Alasan mereka bahwa sembelihan 'aqiqah adalah sembelihan untuk taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) sama halnya dengan sembelihan dhahaayaa, hadyu dan nadzar. Sedangkan setiap sembelihan untuk taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak boleh dijual sedikit pun juga baik daging maupun kulitnya. Demikian juga tidak boleh diberikan sedikit pun juga bagian dari daging tersebut kepada penyembelihnya sebagai upah. Akan tetapi boleh diberikan bagian dari sembelihan tersebut kepada penyembelihnya sebagai sedekah. Sedangkan upah kepada penyembelih diberika dari uang orang yang ber-udh-hiyyah (dhahaayaa) atau ber-hadyu atau ber-nadzar atau ber-'aqiqah:

Berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib (radhiyallahu 'anhu), ia berkata:

Artinya: Sesungguhnya Nabi Allah (shallallahu 'alaihi wa sallam) telah memerintahkannya untuk mengurus unta (hadyu) (177) nya. Dan memerintahkannya untuk membagikan semua (sembelihan) untanya, dagingnya dan kulitnya dan pakaian unta tersebut kepada orang-orang miskin. Dan (beliau pun memerintahkannya) tidak boleh memberikan sedikit pun juga bagian dari sembelihan tersebut kepada penyembelihnya sebagai upah. Berkata Ali: Kami akan memberikannya dari kami (sendiri).

Dikeluarkan oleh al-Bukhari (no. 1707, 1716, 1717, 1718, 2299) dan Muslim (juz 4 hal. 87). Lafazh hadits dan tambahan dalam kurung dari riwayat Muslim.

Berkata al-Imam al-Baghawiy di kitabnya Syarhus Sunnah (juz 7 hal. 188) setelah menurunkan riwayat Ali di atas (no. 1951):

Artinya: Di dalam hadits ini ada dalil bahwa apa-apa yang disembelih untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak boleh dijual sedikit pun darinya. Karena sesungguhnya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tidak membolehkan memberi kepada penyembelihnya sedikit pun juga dari daging hadyu-nya. Karena yang demikian sebagai pengganti perbuatan (amal)nya. Demikian juga setiap sembelihan karena Allah Subhanahu wa Ta'ala seperti udh-hiyyah (kurban) dan 'aqiqah dan lain-lain. Dan ini apabila diberikan kepada penyembelihnya atas makna upah (ini yang terlarang). Adapun kalau dia bersedekah kepada penyembelihnya sesuatu dari bagian sembelihan tersebut maka tidak terlarang (karena diberikan kepada penyembelihnya atas dasar sedekah bukan sebagai upah). Ini pendapat kebanyakan ahli ilmu...

Dan berdasarkan hadits di bawah ini:

Artinya: Dari Abu Hurairah (radhiyallahu 'anhu), dia berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Barang siapa yang menjual kulit udh-hiyyah (kurban)nya, maka tidak ada udh-hiyyah (kurban) baginya."

Dikeluarkan oleh Imam al-Hakim di Mustadrak-nya (jilid 2 hal. 390) dan al-Baihaqiy di Sunan-nya (juz 9 hal. 294) dari jalan 'Abdullah bin 'Ayyaasy dari 'Abdurrahman al-A'raj dari Abu Hurairah (seperti di atas). Imam al-Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih. Yang kemudian dikomentari oleh Imam adz-Dzahabi bahwa Ibnu 'Ayyaasy telah dilemahkan oleh Abu Dawud.

Saya berkata: 'Abdullah bin 'Ayyaasy bin 'Abbas al-Qitbaaniy telah dilemahkan oleh Imam Abu Dawud dan an-Nasa`i dari jurusan hapalannya sebagaimana diterangkan oleh Imam Abu Hatim (Tahdzibut Tahdzib juz 5 hal. 351). Oleh karena itu al-Hafizh Ibnu Hajar di Taqrib-nya mengatakan bahwa dia ini orang yang benar (shaduq) akan tetapi suka salah (yughlitu) yakni di dalam meriwayatkan hadits. Dengan demikian -insya Allah- haditsnya tidak turun dari derajat hasan. Madzhab kedua inilah yang benar -insya Allah- karena berdasarkan nash dan dalil kias yang tepat dan melihat tujuan dari penyembelihan 'aqiqah yaitu mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala (taqarrub) dalam rangka membebaskan tertahannya anaka atau menebusnya dari gadaiannya dengan 'aqiqah.

===

(177) Jumlahnya 100 ekor. Hadyu ialah sembelihan wajib bagi orang yang melaksanakan ibadah haji tamattu' atau qiran. Dan dalam haji wadaa' Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan haji qiran.

===

Maraji'/ Sumber:
Buku: Menanti Buah Hati dan Hadiah Untuk Yang Dinanti, Penulis: Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahullah, Penerbit: Darul Qolam, Jakarta - Indonesia, Cetakan III, Tahun 1425 H/ 2004 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog